Benarkah Ada Bulan Terbaik untuk Menikah?
Benarkah Ada Bulan Terbaik untuk Menikah?


 

Saat memasuki bulan Syawwal, ada beberapa pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah ada bulan tertentu yang lebih baik untuk menikah? Ada yang beranggapan menikah di bulan Muharram, Rajab atau Syawwal lebih utama, sementara sebagian menilai kurang baik untuk pernikahan.

Dalam ajaran Islam, tidak ada ketentuan dari Nabi Muhammad yang menetapkan bulan tertentu sebagai waktu yang paling baik untuk menikah. Pernikahan adalah sunnah yang dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun tanpa ada keutamaan khusus pada bulan tertentu. Anggapan bahwa bulan tertentu lebih mulia untuk menikah atau sebaliknya kurang baik berasal dari budaya atau kepercayaan turun-temurun.

Di masa lalu, masyarakat Arab Jahiliyah meyakini menikah di bulan Syawwal membawa kesialan dalam rumah tangga. Mereka meyakini bahwa bulan Syawwal adalah waktu yang tidak baik untuk membangun kehidupan baru, termasuk dalam hal pernikahan. Untuk membantah anggapan tersebut, Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Rasulullah , meriwayatkan sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Nabi menikahinya di bulan Syawwal dan membangun rumah tangga dengannya pada bulan yang sama. Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,

 

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟ قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءهَا فِي شَوَّالٍ

"Rasulullah menikahiku di bulan Syawwal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawwal pula. Maka, istri-istri Rasulullah yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?" (Perawi) berkata, "Aisyah radhiyallahu 'anha dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawwal."

(HR Muslim no. 1423)

 

Hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada keburukan dalam menikah di bulan Syawwal, bahkan sebaliknya, penuh berkah. Aisyah radhiyallahu 'anha bahkan menyukai dan menganjurkan pernikahan di bulan Syawwal sebagai bentuk penegasan bahwa anggapan buruk terhadap bulan tersebut tidak memiliki dasar dalam Islam.

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, "Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menikah, menikahkan dan membangun rumah tangga pada bulan Syawwal. Para ulama kami (ulama Syafi'iyyah) juga telah menegaskan anjuran ini dengan berdalil pada hadits tersebut. Aisyah radhiyallahu 'anha menyebutkan hal ini dengan tujuan membantah keyakinan masyarakat jahiliyyah dahulu serta anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menganggap menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawwal sebagai sesuatu yang makruh. Padahal, anggapan ini batil dan tidak memiliki dasar dalam Islam. Keyakinan ini merupakan peninggalan jahiliyyah yang berlandaskan tathayyur (anggapan sial), karena nama Syawwal berasal dari kata al-isyalah dan ar-raf'u (yang berarti menghilangkan atau mengangkat), yang oleh mereka diartikan sebagai tanda ketidakberuntungan." (Syarh Shahih Muslim 9/209).

Orang-orang Arab Jahiliyah dulu, mereka melihat perilaku unta betina. Pada bulan Syawwal biasanya unta betina sering mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha), yang merupakan tanda bahwa ia sedang tidak mau dikawini oleh unta jantan. Sehingga dari hal itu banyak wali enggan menikahkan putri mereka pada bulan tersebut, karena dianggap bisa membawa kesialan.

Padahal dalam Islam …

 

Beranggapan sial terhadap waktu berarti mencela waktu itu sendiri, dan mencela waktu sama saja mencela Sang Penciptanya, yaitu Allah .

  

 Dalam sebuah hadits, Rasulullah menyampaikan firman Allah,

 

قَالَ اللَّهُ عز وجل: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ. ‌يَسُبُّ ‌الدَّهْرَ. ‌وَأَنَا ‌الدَّهْرُ. أُقَلِّبُ اللَّيْلَ والنهار

"Anak Adam telah menyakiti-Ku dengan mencela waktu, padahal Akulah (pengatur) waktu. Aku yang membolak-balikkan malam dan siang."

(HR Muslim no. 2246)

 

Selain itu, Rasulullah juga menegaskan bahwa beranggapan sial terhadap sesuatu, termasuk waktu, merupakan bentuk kesyirikan. Beliau bersabda,

 

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ. ثَلاَثًا وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

"Beranggapan sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan." (Beliau mengulanginya tiga kali, lalu bersabda), "Tidak ada di antara kita yang terbebas darinya, namun Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya."

(HR Abu Daud no. 3910, Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

 

Menikah tidak perlu menunggu bulan, tanggal, atau hari tertentu yang dianggap baik, dan tidak perlu menghindari waktu yang dianggap kurang menguntungkan. Islam tidak menetapkan waktu khusus yang lebih utama untuk menikah, sehingga pernikahan bisa dilakukan kapan saja tanpa khawatir soal keberuntungan atau kesialan.

Yang perlu dipertimbangkan hanyalah faktor-faktor nyata seperti kesiapan pasangan, kondisi ekonomi dan kenyamanan keluarga. Misalnya, menikah di akhir bulan mungkin terasa kurang ideal bagi sebagian orang karena alasan finansial, mungkin juga memberatkan para tamu undangan untuk hadir. Namun, jika pertimbangannya adalah mencari keutamaan atau fadhilah tertentu dalam waktu pelaksanaan, maka tidak ada ketentuan khusus dalam Islam yang mengistimewakan bulan atau hari tertentu untuk menikah.

Pernikahan bukanlah sekadar menjadi "raja dan ratu sehari," melainkan bagaimana dua insan hidup bersama, saling melengkapi, dan berjuang dalam kebaikan hingga bertemu kembali di surga-Nya. Urusan walimah, hadiah, dan aksesoris hanyalah hal tambahan yang tidak menentukan kebahagiaan atau keberkahan rumah tangga. Apa yang benar-benar penting adalah bagaimana suami istri bisa saling mendukung, memahami dan menjaga satu sama lain dalam suka maupun duka. Jika niat menikah dilandasi oleh keikhlasan dan ketakwaan, maka Allah akan memberikan keberkahan dalam rumah tangga, menjadikannya sebagai ladang pahala dan jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jadi, tidak ada bulan tertentu yang baik melangsungkan pernikahan, siapa pun yang telah siap menikah, hendaknya melangkah dengan yakin dan tawakkal kepada Allah. Tidak ada alasan untuk menunda hanya karena mitos yang tidak berdasar.

Pernikahan adalah ibadah dan jalan menuju keberkahan, bukan sekadar peristiwa seremonial. Jika hati telah mantap, persiapan telah cukup, dan ridha Allah yang dicari, maka jangan ragu untuk memulai kehidupan rumah tangga. Semoga setiap pernikahan yang dilangsungkan dengan niat yang lurus dan penuh keikhlasan menjadi wasilah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

  



Sumber tulisan diambil dari kajian, ”Adakah Bulan yang Paling Baik untuk Melangsungkan Pernikahan? - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A.” dengan tambahan dari Unit Publikasi SRB Official.