

Saat menjalankan ibadah puasa, umat Islam tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari segala pembatal ibadah tersebut. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah seseorang yang berbohong saat berpuasa, puasanya menjadi batal?
Secara hukum fikih, kebohongan bukanlah salah satu hal yang membatalkan puasa. Puasa dianggap batal jika seseorang makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, mengalami haid atau nifas, mengeluarkan mani dengan sengaja, berniat membatalkan puasa, menjadi murtad (keluar dari agama Islam), atau melakukan hubungan suami istri di siang hari. Jika tidak melakukan salah satu dari hal-hal tersebut, maka puasanya tetap sah secara hukum.
Namun, puasa bukan hanya soal sah atau tidaknya secara fikih, tetapi juga bagaimana ibadah ini membawa keberkahan dan diterima oleh Allah ﷻ. Meskipun puasanya tetap sah, berbohong adalah dosa yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa.
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah ﷻ tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan."
(HR Bukhari no. 1914)
Ini menjadi peringatan bahwa puasa yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah ﷻ bisa kehilangan nilainya jika seseorang tetap melakukan dosa seperti kebohongan. Jadi, jika seseorang berbohong saat berpuasa, puasanya tetap sah dan tidak perlu diulang. Namun, pahala puasanya bisa berkurang drastis, bahkan terhapus seluruhnya, sehingga puasanya tidak lagi bernilai di sisi Allah ﷻ.
Pengurangan pahala puasa ini tidak hanya berlaku untuk kebohongan saja, tetapi juga untuk berbagai bentuk maksiat lainnya. Contohnya adalah ghibah (menggunjing), yang merupakan perbuatan membicarakan keburukan orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Ada juga namimah (adu domba), yaitu menyebarkan fitnah atau informasi untuk merusak hubungan antarsesama. Selain itu, maksiat seperti berkata kasar, mencaci maki, melihat sesuatu yang haram, dan mendengarkan hal-hal yang tidak bermanfaat juga dapat merusak pahala puasa.
Oleh karena itu, Ramadan bukan sekadar waktu menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga momentum untuk melatih diri agar menjauhi segala bentuk maksiat. Jangan sampai puasa hanya menjadi ritual fisik tanpa makna. Seorang muslim hendaknya berusaha menjaga lisannya dari perkataan sia-sia, menahan emosinya dari amarah, menahan diri dari segala bentuk maksiat, serta mengisi puasanya dengan amal yang mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, seperti membaca Al-Qur'an, berdzikir, bersedekah, dan memperbanyak doa.
Jika seseorang terlanjur melakukan kebohongan atau maksiat lainnya saat berpuasa, hendaknya segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah ﷻ. Sebab, Allah ﷻ Maha Pengampun dan selalu membuka pintu taubat bagi hamba-Nya yang ingin memperbaiki diri. Dengan demikian, puasa yang kita jalankan tidak hanya sah, tetapi juga penuh berkah dan bernilai di sisi-Nya.
Sebagian orang mungkin berusaha menghindari perbuatan maksiat selama berpuasa, tetapi kembali melakukannya setelah berbuka. Padahal, kemaksiatan tetaplah dilarang kapan pun, baik di siang hari saat berpuasa maupun setelahnya.
Berbohong, menggunjing, dan perbuatan dosa lainnya tetap merupakan larangan yang berlaku sepanjang waktu. Namun, jika dilakukan saat berpuasa, dosanya semakin besar karena dapat merusak pahala puasa, meskipun puasanya secara hukum tetap sah.
Sehingga, anggapan sebagian orang bahwa berbohong dapat membatalkan puasa adalah sebuah miskonsepsi. Kebohongan tidak membatalkan puasa, tetapi dapat menghapus pahala ibadah tersebut. Selain itu, ada miskonsepsi lain yang juga perlu diluruskan. Sebagian orang mungkin berusaha menahan diri dari maksiat selama berpuasa, tetapi kembali melakukannya setelah berbuka. Padahal, kemaksiatan tetaplah dilarang kapan pun, baik di siang hari saat berpuasa maupun setelahnya. Berbohong, menggunjing dan perbuatan dosa lainnya bukan hanya terlarang saat puasa, tetapi juga sepanjang waktu.
Selain menjauhi maksiat, kita juga harus berhati-hati terhadap hal-hal yang dimakruhkan dalam puasa. Makruh dalam istilah fikih berarti sesuatu yang sebaiknya dihindari karena dapat mengurangi kesempurnaan ibadah, tetapi tidak sampai membatalkannya. Meskipun puasanya tetap sah, seseorang yang sering melakukan hal-hal makruh bisa kehilangan kesempatan untuk meraih pahala maksimal dari ibadah puasanya.
Beberapa perbuatan yang dimakruhkan dalam puasa antara lain:
- Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
Saat berwudhu, berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq) adalah sunnah. Namun, jika dilakukan secara berlebihan ketika berpuasa, dikhawatirkan air bisa masuk ke tenggorokan dan membatalkan puasa. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ menganjurkan agar orang yang berpuasa tidak berlebihan dalam melakukannya.
- Puasa wishal
Puasa wishal adalah puasa yang dilakukan dengan menyambungnya selama dua hari atau lebih tanpa berbuka sama sekali, baik dengan makan maupun minum. Praktik ini dimakruhkan dalam Islam karena bisa membahayakan tubuh dan bertentangan dengan hikmah puasa yang mengajarkan keseimbangan dalam ibadah. Beliau juga mengkhawatirkan bahwa puasa wishal menyerupai praktik umat tertentu. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan sahur karena merupakan sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat ditekankan. Begitu pula dengan berbuka puasa tepat waktu. Rasulullah ﷺ menganjurkan umatnya untuk segera berbuka ketika matahari telah terbenam dan tidak menunda-nundanya.
- Mencicipi makanan tanpa ada kebutuhan
Jika tidak ada keperluan mendesak, seperti memastikan rasa makanan untuk orang lain, mencicipi makanan saat puasa hukumnya makruh. Meskipun tidak sampai tertelan, tetap lebih baik menghindari hal ini agar puasa lebih terjaga.
- Bercumbu dan mencium istri bagi orang yang tidak mampu mengendalikan birahinya
Jika seseorang tidak bisa menahan diri dari hasrat syahwatnya, maka bercumbu, mencium, atau bersentuhan mesra dengan pasangan saat puasa menjadi makruh karena dikhawatirkan bisa berujung pada keluarnya mani, yang dapat membatalkan puasa.
- Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
Tidur memang tidak membatalkan puasa, bahkan bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk menjaga tenaga agar tetap bisa beribadah. Namun, jika seseorang tidur sepanjang hari tanpa melakukan ibadah atau aktivitas yang bermanfaat, ini termasuk hal yang makruh karena dapat menghilangkan esensi dari puasa sebagai bentuk peningkatan ketakwaan.
- Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat
Mengisi waktu puasa dengan kegiatan yang mubah seperti menonton hiburan yang tidak bermanfaat, atau berbincang tanpa tujuan yang jelas, meskipun tidak haram, tetap makruh karena menyia-nyiakan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk memperbanyak ibadah.
Oleh karena itu …
Selain menjauhi hal-hal yang membatalkan dan maksiat yang menghapus pahala, kita juga perlu menghindari perkara-perkara makruh agar ibadah puasa kita benar-benar bernilai tinggi di sisi Allah ﷻ.
Ramadan adalah momen berharga yang seharusnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri, meningkatkan ibadah dan meraih ketakwaan. Mari kita jaga kesempurnaan ibadah dengan menjauhi segala hal yang bisa mengurangi nilainya. Semoga Ramadan kali ini menjadi ladang amal yang penuh berkah, mendekatkan kita kepada Allah ﷻ, dan menjadikan kita hamba yang lebih bertakwa. Aamiin.
Sumber tulisan diambil dari kajian, "Batalkah Puasa Orang Bohong - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A.” Rabu, 12 Ramadan 1443 Hijriah / 13 April 2022 Masehi.
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru




