Seseorang yang
Allah berikan taufik-Nya untuk senantiasa mengingat-Nya, Allah akan berkahi
setiap detik dalam hari-harinya dan Allah berkahi setiap perbuatannya. Inilah
yang sering kita dengar dari kisah-kisah para pendahulu kita. Ada yang menulis
banyak sekali karya dalam waktu yang tidak lama. Padahal mereka pun disibukkan
dengan pekerjaan lain, penghasilan tidak menentu, dan tanpa penerangan di malam
hari. Bahkan ada yang matanya sampai buta karena seringnya menelaah dalam
keadaan gulita.
Ibnul Qayyim al
Jauzy rahimahullahu pernah menyeritakan perihal guruanya, yaitu Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, yang berhasil menulis kitab Al
Hamawiyah dalam rentang antara Dzuhur dan Ashar. Begitupula dengan kitab beliau
Al Aqidah al Wasithiyah. Bedanya yang kedua tuntas sementara yang
pertama beliau di kemudian hari menambahkan beberapa nukilan. Kiranya, siapa
yang mampu meneladani hal demikian??
Singkatnya,
seorang hamba tatkala menyadari bahwa waktunya berkah dengan sebab dzikir
kepada Allah maka hendaknya ia istikamah dengan dzikirnya. Bukan sekedar lisan,
tapi dengan hati. Allah azza wajalla berfirman :
وَلَا
تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا
“Dan janganlah kamu
mengikuti orang yang harinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami”.
(QS.
Al Kahfi : 28)
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as Sa’diy rahimahullahu mengatakan terkait tafsir
ayat:
غفل عن
الله، فعاقبه بأن أغفله عن ذكره.
“Mereka lalai dari mengingat Allah, maka
akibatnya hati mereka dilalaikan dari mengingat Allah”.
(Tafsir As Sa’diy, Cet. Muassasah Ar Risalah, hlm. 297)
Sumber : Syarh Shahih Muslim oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih al Utsaimin dengan tambahan seperlunya.
| Disusun & Dipublikasi oleh Tim Ilmiah
Elfadis
Tanggal : 18 Syawwal 1441 H