SEJARAH PERAYAAN MAULID NABI DAN PANDANGAN ULAMA TERHADAPNYA
Kaum muslimin dituntut untuk mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Bahkan hal tersebut menjadi standar keimanan seorang. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبَّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين
“Tidak sempurna keimanan seorang sampai aku (Muhammad) lebih ia cintai dibandingkan anak dan orang tuanya, bahkan dibandingkan seluruh manusia.” (HR. Muslim 44).
Teori Sejarah Peryaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama
Ada beberapa teori yang disebutkan tokoh tentang perayaan maulid Nabi. Sebagaimana disebutkan oleh AM Waskito dalam buku ‘Pro Kontra Maulid Nabi’ tiga teori terkait sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,
Teori pertama menyebutkan bahwa perayaan maulid nabi pertama kali digagas oleh kalangan Dinasti Ubaid (Syiah Fathimiyah) di Mesir pada tahun 362-567 H.
Teori kedua menyebutkan bahwa perayaan maulid nabi pertama kali digagas oleh gubernur Irbil di Irak, Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Digelar dengan memberikan hidangan, hadiah, hingga sedekah kepada fakir miskin.
Teori ketiga menyebutkan bahwa perayaan maulid nabi digagas oleh Shalahuddin al Ayyubi dengan tujuan meningkatkan semangat jihad kaum Muslimin di perang salib.
Pandangan Syaikh Abu Hafsh Taaj ad Diin Al Faakihaany
Beliau rahimahullahu mengatakan,
“Aku tidak pernah mendapati dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, tidak pula berasal dari pendapat para ulama salaf, yang mana mereka menjadi rujukan dalam mengambil simpulan hukum Islam.” (Al Maurid fii Amal al Maulid 1-2)
Pandangan Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu Syaikh rahimahullahu
Beliau rahimahullahu mengatakan,
“Apa yang dilakukan banyak orang di beberapa kurun terakhir ini jauh setelah generasi terbaik umat Islam yaitu berupa kebid’ahan perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama.”
(Inkaar al Ihtifaal bil Maulid an Nabawii 1).
Pandangan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullahu
Beliau rahimahullahu mengatakan,
“Ini ditanyakan berulang kali oleh banyak orang. (dan perlu ditegaskan) bahwa tidak boleh melakukan perayaan maulid nabi dan perayaan agama lain (selain idul fithri dan idul adha). Karena hal tersebut merupakan kebid’ahan dalam agama.”
(Hukmu al Ihtifaal bil Maulid an Nabawi 1)
Disusun & Dipublikasikan Oleh Tim Ilmiah Elfadis
Sabtu, 21 Rabiul Akhir 1443 H / 27 November 2021
Follow dan support akun kami :
🌏 Web : https://lorongfaradisa.or.id/
: http://syafiqrizabasalamah.com/
🖥 Youtube : https://www.youtube.com/LorongFaradisa
🌐 Telegram : https://t.me/lorongfaradisaofficial
📱 Instagram : https://www.instagram.com/elfadis__/
📘 Facebook : https://www.facebook.com/lorongfaradisa
___
Share agar lebih bermanfaat