Tahukah kita bahwa ada kondisi di mana ada dosa yang lebih besar dari berbuat kesyirikan kepada Allah subhanahu wata’ala? Yaitu seorang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu. Allah azza wajalla berfirman, وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۗ “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah"” (QS. Al An’am : 93) Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’diy rahimahullahu mengatakan, “Tidak ada kezaliman dan dosa yang lebih besar dibanding dengan berdusta atas nama Allah, dengan menisbatkan perkataan atau menetapkan hukum sementara Allah berlepas darinya. Bahkan pelakunya adalah termasuk makhluk yang paling lancing”. Berkata tanpa ilmu tentang Allah adalah imbas dari ketiadaan pengetahuan seseorang akan Allah, baik tentang Dzat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya, dan keagungan-Nya. Seorang muslim yang baik, memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu yang menjadikan ia mengetahui Dzat yang ia sembah yaitu Allah. Hal ini akan membantunya untuk menumbuhkan kecintaan, pengagungan, dan ketundukan akan perintah-Nya. Pengetahuan Tentang Keberadaan Allah adalah Perkara Yang Tidak Bisa Dibantah Keberadaan Dzat Allah azza wajalla adalah perkara yang tidak bisa ditolak oleh akal manusia yang masih bersih. Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut, baik dari Al Qur’an, As Sunnah, maupun fitrah. Konsekuensi dari keberadaan sebuah eksistensi hanya ada tiga: Ia tercipta dengan sendirinya, ini jelas sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehat. Bagaimana mungkin sebuah kursi secara tiba-tiba berbentuk kursi tanpa keberadaan tukang kayu? Ia menciptakan dirinya sendiri, ini juga tidak masuk akal. Karena bisa saja secara tiba-tiba kursi mengubah diri mereka sendiri menjadi sebuah meja. Segala sesuatu ada penciptanya, inilah yang paling diterima oleh akal sehat manusia. Allah azza wajalla menegaskan dalam firman-Nya, أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS Ath Thur : 35). Mengesakan Allah dalam Perbuatan Allah Sebagai seorang muslim, ia berkewajiban meyakini bahwa tidak ada yang menyamai Allah azza wajalla dalam perbuatan-Nya seperti mencipta, memelihara, mengatur, dan lain-lain. Allah azza wajalla berfirman, إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُۥ حَثِيثًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al A’raaf : 54). Mengesakan Allah dalam Ibadah Konsekuensi menjadi seorang beriman adalah beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun. Allah azza wajalla berfirman, إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisa’ : 48) Pengetahuan Tentang Nama dan Sifat Allah azza wajalla Untuk memahami tentang sesuatu dengan lebih baik, maka perlu pengetahuan tentang bagaimana ciri-ciri khususnya. Lantas bagaimana dengan mengenal Allah azza wajalla? Bukankah Dial ah pencipta kita yang lebih berhak kita kenal sebelum yang lain? Allah jalla jalaaluh berfirman, وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al A’raf : 180). Allah azza wajalla sudah mengabarkan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya dalam Al Qur’an dan melalui lisan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Maka kewajiban kita sebagai seorang yang beriman adalah memercayai, menetapkan sebagaimana ditetapkan oleh-Nya, dan menafikan nama dan sifat yang dinafikan oleh Allah dari-Nya. Disusun oleh Tim Ilmiah Elfadis Dipublikasikan pada 22 Dzulqo’dah 1441 H