Bolehkah Menunda Haid Demi Puasa Ramadan?
Bolehkah Menunda Haid Demi Puasa Ramadan?
 

Mengonsumsi obat penunda haid agar dapat menjalankan puasa penuh selama bulan Ramadan adalah praktik yang telah dibahas oleh para ulama. Secara umum, hukum mengonsumsi obat penunda haid adalah tidak dianjurkan. Hal ini karena …

 

”Haid merupakan fitrah alami yang telah Allah tetapkan bagi wanita. Oleh karena itu, mengubah atau menunda siklus haid tanpa kebutuhan yang benar-benar mendesak tidaklah disarankan.”

  


Wanita tidak perlu memaksakan diri untuk menunda haid hanya demi menyempurnakan jumlah hari puasa di bulan Ramadan. Islam telah memberikan kemudahan bagi wanita dalam kondisi haid, yakni dengan mengganti puasa di hari lain setelah Ramadan.

 

Pendapat ini sejalan dengan fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yang lebih mengutamakan agar wanita tidak menggunakan obat penunda haid. Beliau menegaskan bahwa haid adalah ketetapan Allah yang tidak seharusnya diubah kecuali dalam keadaan darurat. Menentang fitrah ini berpotensi membawa dampak yang tidak baik bagi tubuh, baik secara fisik maupun spiritual. Beliau berkata dalam fatwanya,

 

استعمل المرأة حبوب ‌منع ‌الحيض ‌إذا ‌لم ‌يكن ‌عليها ‌ضرر من الناحية الصحية، فإنه لا بأس به، بشرط أن يأذن الزوج بذلك، ولكن حسب ما علمته أن هذه الحبوب تضر المرأة

"Seorang wanita boleh menggunakan pil penunda haid jika tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatannya. Maka, tidak mengapa baginya untuk menggunakannya, dengan syarat mendapatkan izin dari suaminya. Namun, sejauh yang aku ketahui, pil-pil ini dapat membahayakan wanita." (Fatawa Arkanul Islam, hlm. 259)

 

 

Dikisahkan dalam hadis shahih, bahwa Aisyah radhiyallahu `anha berangkat bersama Rasulullah untuk menunaikan haji, tetapi ketika tiba di Makkah, beliau mengalami haid. Lalu Rasulullah datang menemui Aisyah yang sedang menangis,

 

فَقَالَ "مَا يُبْكِيكِ؟ " فَقُلْتُ: وَاللَّهِ! لَوَدِدْتُ أني لم أكن خرجت العام. قال "‌مالك؟ ‌لَعَلَّكِ ‌نَفِسْتِ؟ " قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: "هَذَا شَيْءٌ كتبه عَلَى بَنَاتِ آدَمَ.

beliau bersabda, "Apa yang membuatmu menangis?" Aku pun menjawab, "Demi Allah! Aku berharap seandainya aku tidak keluar (untuk haji) tahun ini." Beliau bertanya, "Apa yang terjadi padamu? Apakah engkau mengalami nifas?" Aku menjawab, "Ya." Maka beliau bersabda, "Ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan bagi anak-anak perempuan Adam." (HR Muslim no. 1211)

 

Kemudian Syaikh Al-Utsaimin melanjutkan dalam fatwanya,

 

لهذا أنا لا أقول إنها حرام ولكني لا أحب للمرأة أن تستعملها خوفاً من الضرر عليها، وأقول: ينبغي للمرأة أن ترضى بما قدر الله له

"Oleh karena itu, aku tidak mengatakan bahwa hal ini haram, tetapi aku tidak menyukai wanita menggunakannya karena khawatir akan membahayakan dirinya. Aku juga mengatakan bahwa sebaiknya wanita ridha terhadap apa yang telah Allah tetapkan baginya." (Fatawa Arkanul Islam, hlm. 259)

  

Berdasarkan fatwa tersebut, dapat dipahami bahwa haid adalah ketentuan Allah yang tidak seharusnya ditentang. Wanita dianjurkan untuk menerimanya dengan sabar dan berharap pahala dari Allah . Hadis tentang haidnya Aisyah bahwa bagaimana Islam memandang haid sebagai bagian dari kodrat wanita. Dalam peristiwa ini, Aisyah radhiyallahu 'anha merasa sedih karena haidnya menghalangi pelaksanaan ibadah haji yang telah diniatkannya. Namun, Nabi Muhammad tidak memerintahkan Aisyah untuk berusaha menghilangkan haidnya, melainkan menenangkannya dengan mengingatkan bahwa haid adalah ketetapan Allah yang berlaku bagi seluruh wanita keturunan Nabi Adam. Hal ini menunjukkan bahwa menerima fitrah dengan lapang dada lebih utama daripada berusaha mengubahnya dengan cara-cara yang belum tentu aman.

Dalam keadaan tertentu, wanita tetap dapat menjalankan ibadah meskipun tidak dalam bentuk sholat dan puasa. Nabi Muhammad tidak melarang Aisyah untuk terus berzikir, berdoa, dan melakukan amal kebaikan lainnya. Ini menjadi pelajaran bagi muslimah agar tidak merasa kehilangan kesempatan dalam beribadah hanya karena mengalami haid. Islam telah menyediakan berbagai bentuk ibadah yang dapat dilakukan dalam setiap keadaan tanpa perlu melawan ketetapan Allah .

 

Dari segi medis, penggunaan obat penunda haid memiliki risiko yang serius. Efek samping yang umum terjadi antara lain ketidakseimbangan hormon, perdarahan tidak teratur (istihadhah), atau bahkan menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama pada siklus berikutnya.

  


Hal ini menunjukkan bahwa mengonsumsi obat penunda haid bukanlah tindakan yang tanpa konsekuensi, baik dari sisi agama maupun kesehatan.

Meskipun wanita yang sedang haid dan nifas tidak dapat melaksanakan salat dan puasa, mereka tetap memiliki banyak opsi untuk mengisi hari-hari di bulan Ramadan dan meraih keutamaan Lailatulqadar. Di antaranya:

  1. Membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf. Beberapa ulama membolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an dari hafalan atau melalui perangkat elektronik seperti ponsel. Hal ini memungkinkan mereka tetap terhubung dengan Al-Qur’an yang suci meskipun dalam keadaan tidak suci.
  2. Memperbanyak zikir, seperti tasbih (Subhanallah), tahlil (Laa ilaha illallah), tahmid (Alhamdulillah), dan zikir lainnya. Zikir membantu menjaga hati tetap dekat dengan Allah dan meningkatkan ketenangan batin.
  3. Memperbanyak istighfar dan memohon ampunan kepada Allah . Mengakui kesalahan dan memohon ampunan adalah bentuk kerendahan hati yang sangat dianjurkan, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah.
  4. Memperbanyak sedekah dan amal kebaikan lainnya, seperti membantu orang lain, memberikan makanan untuk berbuka puasa, atau melakukan kegiatan sosial yang bermanfaat. Sedekah tidak hanya membantu mereka yang membutuhkan tetapi juga membersihkan harta dan jiwa pemberinya.
 

Dengan melakukan amalan-amalan tersebut, wanita haid dan nifas tetap dapat meraih pahala dan keberkahan di bulan Ramadan, meskipun tidak dapat melaksanakan salat dan puasa. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan banyak jalan bagi setiap hamba-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dalam berbagai keadaan.

Sebagai kesimpulan, wanita muslimah dianjurkan untuk menerima ketetapan Allah dengan lapang dada dan tidak perlu berusaha menunda haid hanya demi menyempurnakan puasa di bulan Ramadan. Islam telah memberikan solusi terbaik, yaitu mengganti puasa di lain waktu tanpa harus mengambil risiko medis yang tidak diperlukan. Oleh karena itu …

 

Mengikuti fitrah adalah pilihan yang lebih baik dan lebih sesuai dengan ajaran Islam.

  



Ditulis oleh kontributor Unit Publikasi