Kesalahan-Kesalahan yang Dilakukan Saat Ramadan
Kesalahan-Kesalahan yang Dilakukan Saat Ramadan

Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan istimewa bagi umat muslim untuk memperbanyak ibadah serta memperbaiki hubungan dengan Allah . Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang mendorong manusia untuk menahan hawa nafsu, memperkuat ketakwaan dan memperbanyak amal saleh. Namun, kenyataannya, tidak sedikit orang yang justru melakukan hal-hal yang berlawanan dengan tujuan utama Ramadan. Di antara kesalahan yang paling mencolok adalah fokus berlebihan pada kuliner dan hiburan.

Kesalahan pertama yang sering terjadi adalah menjadikan Ramadan sebagai ajang eksplorasi kuliner. Di saat siang hari dipenuhi dengan rasa lapar yang seharusnya melatih pengendalian diri, banyak orang justru sibuk merencanakan berbagai menu berbuka yang berlebihan. Dapur yang biasanya hanya digunakan beberapa jam sehari berubah menjadi tempat aktivitas sepanjang hari. Hidangan berbuka pun menjadi lebih banyak dari biasanya, lengkap dengan berbagai jenis snack dan makanan berat.

Fenomena banyaknya ibu-ibu yang menghabiskan waktu lebih lama di dapur selama bulan Ramadan adalah hal yang menarik untuk direnungi. Bulan yang seharusnya menjadi momen menahan nafsu dan memperbanyak ibadah justru kerap disibukkan dengan aktivitas memasak yang lebih intens dibanding bulan lainnya. Hidangan berbuka yang beragam serta tradisi menyajikan menu-menu istimewa seolah menjadi kewajiban yang tidak tertulis.

Ironisnya, bulan Ramadan yang sejatinya mengajarkan manusia untuk menahan diri justru dimanfaatkan untuk memanjakan nafsu makan. Bahkan, persiapan makanan sering kali menjadi alasan utama mengurangi waktu untuk ibadah.

  

Mereka yang seharusnya dapat memperbanyak waktu membaca Al-Qur'an atau berdzikir, justru disibukkan dengan kegiatan memasak yang berlebihan. Padahal, esensi Ramadan adalah mengendalikan hawa nafsu, termasuk nafsu terhadap makanan yang halal sekalipun.

Kesederhanaan dalam mempersiapkan hidangan sebenarnya lebih sejalan dengan semangat Ramadan. Bukankah puasa mengajarkan kita untuk menahan hawa nafsu, termasuk nafsu terhadap makanan yang berlebihan? Dengan menyajikan makanan yang sederhana tetapi sehat, waktu ibu-ibu di dapur bisa lebih singkat sehingga mereka dapat ikut menikmati suasana ibadah Ramadan bersama keluarga.

Selain aktivitas di dapur yang menyibukkan, tradisi berburu makanan berbuka menjelang Maghrib juga menjadi kebiasaan yang semakin marak selama Ramadan. Jalanan penuh sesak dengan kendaraan yang berlomba mencari tempat terbaik untuk membeli hidangan berbuka. Aneka jajanan khas Ramadan seperti gorengan, es buah, dan kolak memenuhi kios-kios sementara orang-orang rela berdesakan meski harus bermacet-macetan di jalan.

Padahal …

Waktu menjelang Maghrib adalah salah satu momen yang penuh berkah. Namun sayangnya, banyak yang justru sibuk di jalanan atau menghabiskan waktu memilih makanan daripada memanfaatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah .

  


Kegiatan berburu iftar ini sering kali hanya didorong oleh nafsu untuk menyajikan hidangan berlimpah yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Setelah seharian menahan lapar dan dahaga, keinginan untuk memanjakan diri dengan berbagai makanan memang menjadi godaan yang besar. Namun, kita perlu merenungi kembali makna puasa yang sejatinya mengajarkan pengendalian diri dan kesederhanaan.

Membaca Al-Qur'an, berdzikir, atau sekadar berdoa dengan penuh khusyuk adalah aktivitas yang jauh lebih bernilai daripada berburu hidangan berbuka di tengah kemacetan. Mengubah kebiasaan ini bukan berarti harus menghilangkan tradisi menikmati takjil. Cukup dengan membeli makanan berbuka lebih awal atau menyiapkan hidangan sederhana di rumah, kita dapat menjaga waktu sore tetap tenang dan produktif untuk ibadah. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi juga tentang melatih hati untuk lebih dekat dengan Allah . Dengan menghindari kebiasaan berburu camilan yang berlebihan, kita bisa memanfaatkan setiap momen Ramadan, termasuk menjelang waktu berbuka, untuk mendapatkan rahmat dan keberkahan yang maksimal.

Kesalahan kedua yang sering terjadi selama Ramadan adalah menjadikan hiburan sebagai fokus utama, baik melalui televisi maupun media sosial. Banyak stasiun televisi berlomba-lomba menyajikan program spesial Ramadan yang ironisnya justru lebih bersifat hiburan daripada memberikan nilai edukasi keagamaan. Acara komedi, sinetron religi, hingga kuis kuliner mendominasi layar kaca, seolah mengalihkan perhatian dari esensi Ramadan yang sebenarnya, yaitu meningkatkan kualitas ibadah dan kedekatan dengan Allah .

Fenomena ini menjadi semakin tidak disadari karena terbungkus dalam kebiasaan yang dianggap lumrah. Setelah sahur, waktu yang seharusnya penuh berkah dan dimanfaatkan untuk dzikir atau tilawah Al-Qur'an, malah sering terbuang sia-sia karena terjebak dalam tayangan-tayangan yang menggoda di layar kaca. Program hiburan spesial Ramadan yang disajikan dengan kemasan menarik membuat banyak orang sulit melepaskan diri dari layar televisi.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, godaan tidak hanya datang dari televisi tetapi juga dari media sosial. Setelah sahur, banyak orang yang memilih berselancar di platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Video pendek yang terus bergulir tanpa henti membuat pengguna asyik scrolling hingga lupa waktu. Aktivitas ini seolah menjadi rutinitas baru yang menggeser kebiasaan ibadah yang lebih bermakna.

Masalahnya tidak berhenti di waktu pagi. Sepulang sholat tarawih yang seharusnya menjadi kesempatan untuk beristirahat atau tilawah Al-Qur'an, sebagian orang justru kembali terpaku pada layar ponsel mereka. Lampu kamar tetap menyala hingga larut malam bukan karena qiyamul lail, tetapi karena maraton konten hiburan yang tidak ada habisnya. Akibatnya, tubuh menjadi lelah, tidur pun tidak optimal, sehingga ibadah puasa di keesokan harinya tidak dijalani dengan semangat yang maksimal.

Konten media sosial yang dirancang untuk terus melibatkan pengguna semakin memperparah situasi. Algoritma yang pintar menyajikan konten sesuai preferensi pengguna, membuat mereka sulit untuk berhenti. Tanpa disadari, waktu yang sangat berharga selama Ramadan habis tersita untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Padahal, Allah telah menjanjikan pahala berlipat ganda bagi siapa saja yang memanfaatkan bulan ini untuk memperbanyak amal ibadah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, Rasulullah bersabda,

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman (yang artinya), 'Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.'"

(HR Muslim no. 1151)

 

Sebagai umat Islam, kita perlu menyadari pentingnya mengelola waktu selama Ramadan dengan bijak. Momen setelah sahur dan sepulang tarawih adalah waktu-waktu yang sangat istimewa. Malam hari selama Ramadan juga merupakan kesempatan emas untuk beribadah dan mendapatkan rahmat Allah yang melimpah. Padahal, pagi hingga siang hari banyak orang harus bekerja, sekolah, atau menjalani aktivitas lainnya yang sudah menyita energi dan waktu. Maka, waktu-waktu selainnya yang tersisa di bulan Ramadan adalah kesempatan emas untuk memperbaiki kualitas ibadah. Namun, kesempatan ini kerap diabaikan karena hiburan dianggap sebagai pelarian untuk melepas penat. Hiburan yang sifatnya berlebihan tidak akan memberikan ketenangan hati, justru hanya membawa kelalaian yang menumpuk. Dengan menyadari pentingnya memanfaatkan waktu yang tersisa, kita dapat menata kembali prioritas selama Ramadan.

Mengurangi konsumsi hiburan tidak berarti kehilangan kebahagiaan, tetapi justru membuka pintu ketenangan dan keberkahan hidup. Dengan mengalihkan perhatian dari layar televisi dan ponsel, kita dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih bernilai seperti merenungi ayat-ayat Al-Qur'an, berdzikir, dan memperbanyak shalat sunnah.

Mari jadikan setiap detik Ramadan sebagai ladang ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan mengantarkan kita pada derajat ketakwaan yang sejati.

 

 

Fenomena-fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam menjalani Ramadan. Bulan yang seharusnya penuh kekhusyukan dan ketenangan justru menjadi ajang eksploitasi kuliner dan hiburan massal. Jika dibiarkan, kebiasaan ini dapat mengurangi keberkahan dan makna ibadah yang seharusnya dirasakan selama Ramadan.

Untuk itu, penting bagi kita semua untuk merenungi kembali bagaimana memanfaatkan waktu Ramadan dengan sebaik-baiknya. Fokuslah pada ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah . Kurangi waktu untuk hiburan yang tidak perlu serta sederhana dalam mempersiapkan hidangan berbuka dan sahur.

Dengan meninggalkan kebiasaan berlebihan tersebut, insyaallah Ramadan akan menjadi momen yang lebih bermakna. Bukan sekadar menjalankan rutinitas tahunan, tetapi benar-benar menjadi bulan yang mendidik jiwa, meningkatkan ketakwaan, dan memperbaiki hubungan kita dengan Allah . Semoga kita semua dapat menjalani Ramadan dengan lebih bijak, menjadikan setiap detiknya sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah .

  


Sumber tulisan diambil dari kajian, ”Kesalahan yang Dilakukan pada Saat Ramadhan - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A.” 23 Ramadan 1442 Hijriah / 05 Mei 2021 Masehi