Seorang syekh bercerita dalam sebuah ceramahnya tentang pengalaman seorang dokter perempuan di Arab. Suatu hari, seorang anak lelaki datang ke dokter tersebut membawa ibunya yang mengalami gangguan jiwa. Anak muda ini masih lajang, tetapi ia tetap merawat ibunya dengan penuh kasih sayang. Ketika mereka masuk ke ruang dokter, ibunya terkadang tersenyum sendiri atau tertawa tanpa sebab. Bahkan, sang ibu sempat berputar-putar di meja dokter.
Anak itu pun berkata, "Maaf ya, Dok, ibu saya seperti ini.” Ketika melihat televisi ada gambar Ka'bah, ibunya langsung bicara, “Kau bohong, kau bilang mau bawa aku umrah!” kemudian ibunya meludahi anaknya dan bahkan menggigitnya. Ketika kerudung ibunya terlepas, sang anak dengan sabar memasangkan kembali. Dokter tersebut penasaran dan bertanya, "Sejak kapan ibumu seperti ini?" Anak itu menjawab, "Sejak saya lahir, Dok. Ayah saya menikahi ibu karena paksaan keluarga, tetapi setelah 10 bulan bercerai karena kondisi ibu saya."
Dokter itu terkejut, "Lalu, bagaimana engkau bisa lahir?" Anak itu menjelaskan bahwa ia lahir dari rahim ibu yang sudah mengalami gangguan jiwa sejak awal. Meskipun begitu, ia tetap berbakti kepada ibunya. Dokter tersebut kembali bertanya, "Bukankah ibumu tidak mengenalmu?" Anak itu menjawab …
"Benar, Dok, ibu saya tidak tahu siapa saya. Namun Allah ﷻ tahu bahwa dia adalah ibu saya. Karena itu, saya harus tetap berbakti kepadanya."
Setelah memeriksa, dokter memberikan resep obat. Ketika pasien tersebut keluar dari ruang praktik, dokter menutup pintunya lalu menangis. Ia berkata, "Saya sering mendengar ceramah tentang birrul walidain (berbakti kepada orang tua). Saya juga kerap mendengarkan tausiah dari para ustadz tentang hal ini. Namun, baru kali ini saya melihat langsung kebaktian seorang anak kepada ibunya yang memiliki gangguan jiwa. Anak itu tetap berbakti, meskipun ibunya tidak mengenalnya."
Dokter itu terngiang-ngiang perkataan dari anak muda tentang ibunya yang tidak tahu siapa dirinya, tetapi Allah ﷻ tahu dan yang memerintahkan dirinya untuk berbakti kepada orang tua adalah Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman,
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حُسْنًۭا
"Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya."
(QS Al-Ahqaf: 15)
Apa pun yang dilakukan orang tua kita, terutama ibu, sangatlah luar biasa. Allah ﷻ berfirman,
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ
"Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah..."
(QS Luqman: 14)
Ibu kita telah mengandung kita dalam kondisi penuh kesulitan. Ada yang rela menghadapi risiko besar demi kelahiran anaknya. Bahkan, ada yang harus bekerja keras mencari nafkah sendiri karena ditinggalkan suaminya, semua demi anak yang dikandungnya. Sebagian ibu mengalami muntah-muntah dan lelah yang luar biasa. Semua itu dilakukan demi kita.
Dalam sebuah kisah yang masyhur, diceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Pintu gua tersebut tertutup oleh batu besar yang menggelinding, sehingga mereka tidak dapat keluar. Ketiga orang itu lalu bertawasul kepada Allah ﷻ dengan amal saleh mereka masing-masing. Salah satu dari mereka berkata, "Ya Rabb, aku memiliki kedua orang tua yang selalu aku hormati. Aku biasa memerah susu untuk mereka sebelum memberikan kepada keluargaku yang lain."
Ia melanjutkan kisahnya, "Pada suatu hari, aku terlambat pulang karena mencari rumput. Ketika aku tiba di rumah, kedua orang tuaku sudah tertidur. Aku pun memeras susu seperti biasa dan meletakkannya di sebuah wadah. Aku berdiri di dekat mereka, menunggu hingga mereka terbangun untuk menyerahkan susu itu. Aku tidak ingin membangunkan mereka, tetapi aku juga tidak ingin memberikan susu tersebut kepada keluargaku sebelum mereka meminumnya. Anak-anakku menangis kelaparan meminta susu, tetapi aku tetap menunggu hingga fajar menyingsing. Ketika mereka bangun, aku pun menyerahkan susu itu kepada mereka."
Kisah ini menggambarkan betapa besar bakti seorang anak kepada orang tuanya. Meski ia sudah menikah dan memiliki anak, ia tetap mengutamakan orang tuanya. Bukankah ia bisa saja meletakkan susu itu di meja dan pergi tidur? Namun, ia memilih untuk berdiri menunggu hingga kedua orang tuanya bangun, meskipun anak-anaknya menangis meminta susu. Hal ini menunjukkan bahwa baktinya kepada orang tua melebihi kepeduliannya kepada istri dan anak-anaknya.
Tidak ada hadis yang mengatakan bahwa anak adalah pintu surga. Justru, yang disebut sebagai pintu surga adalah orang tua. Banyak dari kita peduli kepada anak-anak atau pasangan, seperti membeli oleh-oleh untuk istri atau menanyakan kebutuhannya melalui telepon. Namun, pernahkah kita bertanya kepada ibu kita, “Umi ingin sesuatu?” atau “Umi, saya sedang dalam perjalanan, umi mau titip apa?”
Seorang anak yang memahami perintah Allah ﷻ untuk berbakti kepada orang tuanya akan tetap berdiri menunggun meski tidak ada yang melihatnya, seperti kisah seorang anak yang berdiri sepanjang malam hingga pagi demi memberikan segelas susu kepada orang tuanya. Hal ini menunjukkan pengorbanannya, yang didasari kesadaran akan tugas besar seorang anak terhadap ibu dan bapaknya. Allah ﷻ berfirman,
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًۭا عَلَىٰ وَهْنٍۢ وَفِصَـٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
"Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
(QS Luqman: 14)
Ketika seorang ibu hamil, ia menghadapi berbagai kesulitan seperti mual, muntah, dan tubuh yang tidak nyaman. Bahkan, saat proses persalinan, ada yang harus rela tubuhnya disobek dan dijahit demi keselamatan anaknya. Jika diberi pilihan, ibu lebih memilih kehilangan nyawanya asalkan anaknya selamat. Tidak jarang, ibu yang melahirkan meninggal dunia, meninggalkan cinta yang mendalam bagi buah hatinya.
Setelah lahir, pengorbanan ibu tidak berhenti. Ibu menyusui selama dua tahun, menggendong, dan membersihkan anaknya tanpa mengeluh. Setiap tangisan anaknya karena lapar atau buang air langsung diresponsnya. Saat anak mulai belajar bicara dan berjalan, ibulah yang mengajarinya. Ia tidak hanya mendidik anaknya, tetapi juga mendukung kesuksesan anak itu di kemudian hari.
Namun, ironisnya, setelah dewasa, banyak anak yang melupakan orang tuanya. Mereka sibuk dengan pekerjaan atau keluarga kecilnya, tanpa menyadari bahwa doa dan rida orang tua adalah pintu surga. Rasulullah ﷺ pernah menasihati seorang sahabat yang ingin berjihad, tetapi orang tuanya masih hidup, “Kembalilah kepada mereka, karena surga ada di bawah telapak kaki ibumu!”
Ketika seorang ibu memasak di dapur dan mendengar anaknya menangis, ia rela mematikan kompornya untuk menenangkan anak itu. Bahkan, dalam sebuah kajian, sering terlihat ibu-ibu yang membawa anaknya menangis, tetapi tetap mendengarkan kajian dengan sabar. Mereka rela mengorbankan kenyamanan mereka demi kebaikan anak-anaknya.
Lalu, apakah pantas kita melupakan pengorbanan ini? Allah ﷻ mengingatkan agar kita berbuat baik kepada orang tua, terutama ibu. Sebab, surga yang kita cari ada pada ridanya.
Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, ada seorang laki-laki yang datang kepada beliau dengan membawa pertanyaan. Ia berkata, "Wahai Amirul Mukminin, aku telah menjadi 'kendaraan' untuk ibuku. Aku membersihkan kotorannya, menyuapinya, dan membantunya ke kamar mandi. Ibuku sudah lumpuh dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku berusaha berbakti kepadanya. Menurutmu, apakah aku telah membalas kebaikan ibuku?"
Umar bin Khattab pun menjawab, "Tidak, engkau belum membalas kebaikan ibumu."
Laki-laki itu terkejut dan berkata, "Bukankah aku telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan ibuku ketika aku masih kecil? Saat ini, akulah yang menyuapi, membersihkan, dan merawatnya seperti ia dulu merawatku."
Umar menjelaskan ...
"Ketika ibumu merawatmu saat kecil, ia melakukannya dengan penuh harapan agar engkau hidup. Sedangkan engkau merawat ibumu di masa tuanya, dengan harapan ia segera meninggal."
Oleh karena itu, hendaknya kita selalu mengingat dan menghormati pengorbanan orang tua, membalasnya dengan bakti yang tulus, serta memohon kepada Allah ﷻ agar selalu diberi kemampuan untuk berbuat baik kepada mereka hingga akhir hayat. Barakallahu fiikum.
Ditulis oleh Unit Publikasi SRB. Sumber tulisan diambil dari kajian, "IBU". Live di Batu, 14 Rabiul Akhir 1440 / 22 Desember 2018.