Islamofobia dari Masa Rasulullah hingga Era Modern
Islamofobia dari Masa Rasulullah hingga Era Modern

Pada tanggal 15 Maret 2019 di New Zealand, terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang sedang beribadah di masjid. Peristiwa itu dikenal sebagai Christchurch Mosque Shootings. Kejadian ini berlangsung di dua masjid, Masjid Al Noor dan Masjid Linwood, saat shalat Jumat (BBC). Padahal dalam Islam, pada kondisi perang sekalipun, Islam melarang membunuh musuh yang berada di tempat ibadah. Namun, peristiwa ini terjadi, dan bukan cerita rekaan—pelaku bahkan melakukannya dengan penuh kebanggaan.

Kenapa hal ini terjadi? Pelaku tidak merasa berdosa, bahkan menganggap tindakannya sebagai perjuangan. Inilah yang disebut dengan Islamofobia. Apa sebenarnya Islamofobia?

Menurut Wikipedia, Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi terhadap Islam dan umatnya. Istilah ini muncul sejak tahun 1980-an tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997, Runnymede Trust di Inggris mendefinisikan Islamofobia sebagai “rasa takut dan kebencian terhadap Islam, yang kemudian juga mengarah pada diskriminasi terhadap umat Muslim”, dinyatakan bahwa hal tersebut  juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial dan kemasyarakatan bangsa.

Islamofobia juga melibatkan persepsi bahwa Islam tidak sesuai dengan norma budaya lain, lebih rendah dibandingkan budaya Barat, serta lebih berupa ideologi politik yang bengis daripada berupa suatu agama. Ini adalah pandangan yang keliru, tetapi hal tersebut menjadi dasar dari ketakutan terhadap Islam.

 

“Islamofobia bukan fenomena baru. Bahkan sejak masa Rasulullah ﷺ, hal ini sudah ada—ibarat behind the scene sebelum islamophobia muncul lagi.”

 

Saat Rasulullah ﷺ menerima wahyu pertama di Gua Hira,

 

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,”

خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,”

 

Beliau ketakutan dan menceritakan kejadian itu kepada Khadijah. Kemudian, Khadijah membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal, seorang ahli kitab, yang menyatakan bahwa wahyu tersebut serupa dengan yang diturunkan kepada Nabi Musa.

Waraqah mengatakan bahwa siapa pun yang membawa risalah seperti yang dibawa Rasulullah ﷺ pasti akan dimusuhi. Ini adalah cikal bakal Islamofobia, yang merupakan bentuk permusuhan terhadap Islam dan umatnya. Rasulullah ﷺ heran mengapa dirinya akan dimusuhi. Jawabannya adalah karena risalah yang beliau bawa bertentangan dengan kepercayaan kaum Quraisy saat itu.

Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi agar masyarakat dapat memahami risalah tersebut sebelum beliau berdakwah secara terang-terangan. Namun, ketika dakwah mulai terbuka, muncul penolakan dan permusuhan dari kaum musyrikin.

 

“Islamofobia modern muncul karena pertumbuhan umat Islam yang signifikan di berbagai belahan dunia. Awalnya, umat Islam dianggap biasa saja, tetapi ketika mereka mulai tumbuh dan menyadarkan masyarakat sekitar, ketakutan terhadap Islam mulai terlihat.”

 

Ini terjadi lagi tatkala Islam datang di negeri minoritas muslim, karena masih sedikit maka bukan ancaman, tetapi saat Islam mulai berkembang maka orang-orang yang tidak suka dengan Islam melakukan propaganda. Apa pun dilakukan. Sebagai contoh, pasca-serangan 11 September, diskriminasi terhadap umat Islam meningkat, bahkan di kota suci seperti Madinah. Anak-anak muslim pun mendapatkan perlakuan tidak adil, seperti dituduh sebagai teroris tanpa alasan yang jelas.

Ketakutan ini timbul karena mereka menyaksikan bagaimana Islam tumbuh seperti pohon besar yang kuat memberikan manfaat. Umat Islam menjadi lebih kuat dan berdampak pada kehidupan masyarakat di sekitar mereka. Hal ini membuat orang-orang yang memusuhi Islam semakin khawatir, dan mereka berusaha untuk menghentikan pertumbuhan tersebut dengan berbagai cara, termasuk intimidasi dan kekerasan terhadap umat muslim.

Maka, jika kita perhatikan, siapa sebenarnya yang terusik dengan dakwah Islam? Siapa yang merasa terganggu dengan berkembangnya umat Islam? Mengapa ada ketakutan terhadap Islam?

 

“Ketakutan ini umumnya muncul dari kalangan orang kaya, konglomerat, para penguasa, atau mereka yang berpegang teguh pada tradisi dan budaya, termasuk penyembahan berhala. Orang-orang ini merasa kenyamanan dan kesenangan mereka akan terganggu, sebab Islam datang untuk membebaskan manusia dari perbudakan kepada makhluk dan mengajarkan manusia menjadi hamba Allah ﷻ semata.”

 

Islam hadir untuk menegakkan keadilan, memerangi kebodohan, dan menuntun manusia dari kehidupan penuh syahwat tanpa aturan menuju ketaatan kepada Allah ﷻ. Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk syahwat harta, wanita dan tahta, agar semuanya berada di jalur yang benar. Ajaran Islam menginginkan keadilan, kenyamanan, keamanan, serta kemakmuran bagi semua.

Islam juga mengajarkan persamaan derajat manusia. Tidak ada yang lebih unggul karena warna kulit atau asal-usul. Dalam Islam, kemuliaan hanya diukur dari ketakwaan seseorang, sebagaimana firman Allah ﷻ,

 

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (QS Al-Hujurat: 13).

 

Akhibatifillah. Fenomena ketakutan terhadap Islam sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Rasulullah ﷺ pun menghadapinya dengan sabar, terus berbuat baik, dan mengajak manusia kepada kebenaran. Ketika dakwah menghadapi jalan buntu, Nabi ﷺ memerintahkan para sahabat untuk hijrah, meninggalkan tanah air mereka demi menjaga keimanan. Sebagai contoh, sebagian sahabat hijrah ke Habasyah.

Tak jarang, ketakutan terhadap Islam berasal dari perbedaan keyakinan. Ketidaksukaan ini bahkan telah Allah ﷻ sebutkan dalam Al-Qur'an. Dalam surah Al-Muthaffifin: 29-32, Allah ﷻ berfirman,

 

"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, dahulu mereka menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedipkan mata. Dan apabila mereka kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka berkata, 'Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat.'"

 

Umat Islam sering dicap radikal, bengis atau teroris. Namun, hal ini bukan sesuatu yang baru. Sejak zaman Nabi Nuh عليه السلام, para nabi dan umatnya sudah menghadapi intimidasi serupa. Nabi Nuh عليه السلام berdakwah selama 950 tahun, tetapi kaumnya mengolok-olok dan merendahkannya. Allah ﷻ akhirnya menenggelamkan kaum yang membangkang tersebut. Jadi kalau ada orang yang mem-bully Islam sebenarnya memang sudah sunnatullah,  seperti kita di-bully sebagai radikal, wahabi, teroris dan segala macam yang diberikan kepada kita, hal itu wajar. Karena Rasulullah sendiri dikatakan dukun dan penyihir, ditambah lagi menyakiti secara fisik.  Di antara ayat yang menjelaskan sikap terhadap orang-orang yang memusuhi Islam adalah firman Allah ﷻ dalam surah Al-Baqarah ayat 109,

 

"Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dalam diri mereka, setelah kebenaran itu jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

 

Ayat ini menegaskan agar umat Islam tetap memaafkan dan berlapang dada, meski menghadapi fitnah dan permusuhan. Sikap ini selaras dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, yang selalu berbuat baik bahkan kepada orang yang memusuhinya. Islam mengajarkan untuk menghadapi fitnah dengan sabar, tetap memaafkan, dan menyerahkan urusan kepada Allah ﷻ.

Ketika Allah ﷻ menghancurkan orang-orang yang memusuhi Islam, itu cukup dengan kehendak-Nya saja, “KUN!” Namun, seorang muslim hendaklah bersabar. Tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkis atau teror. Nabi ﷺ menunjukkan kesabaran selama 13 tahun menghadapi tantangan di Makkah. Bahkan, Nabi Nuh عليه السلام bersabar selama 950 tahun dalam dakwahnya. Kadang emosi yang tidak terkontrol justru membuat orang semakin takut kepada Islam, padahal seharusnya mereka simpati. Allah ﷻ berfirman dalam surah At-Taubah ayat 32-33,


“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membenci.”


Orang-orang kafir terus berusaha memadamkan cahaya Allah ﷻ, termasuk melalui media. Namun, Allah ﷻ telah menegaskan bahwa cahaya-Nya akan terus bersinar dan tidak bisa dipadamkan. Walaupun mereka mencoba dengan segala cara, Islam tetap eksis selama 1442 tahun hingga saat ini dan Al-Qur’an juga masih terjaga.

Kaum orientalis mengkaji Islam untuk mencari kelemahan-kelemahannya. Mereka menyebarkan propaganda melalui buku, video dan media lainnya untuk menanamkan kebencian terhadap Islam. Contohnya, di Amerika, seorang anak kecil diajari oleh orang tua mereka bahwa orang Mesir yang beragama Islam yang sedang bekerja di Amerika memiliki ekor (dengan kata lain bukan manusia). Ini adalah bentuk propaganda untuk membuat orang takut kepada Islam.

 
“Di Indonesia, sebelum kemerdekaan, Snouck Hurgronje (seorang orientalis dan penasihat kolonial Belanda yang memiliki peran dalam strategi politik dan agama di Hindia Belanda [sekarang Indonesia], khususnya terkait hubungan Belanda dengan umat Islam). Dia melemahkan akidah umat Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah yang diisi dengan propaganda anti-Islam.”

 

Salah satu contoh, di buku pelajaran, Nabi Muhammad ﷺ digambarkan sebagai penggembala yang mengaku nabi dan menciptakan agama baru yakni Islam, kemudian kabur ke Madinah karena diserang oleh kaumnya. Subhanallah. Ini dilakukan agar orang-orang luar Islam tidak tertarik untuk memeluk Islam dan orang-orang Islam menjadi ragu terhadap agamanya.

Namun, Allah ﷻ berjanji akan menyempurnakan cahaya-Nya. Orang-orang kafir tidak akan mampu memadamkan kebenaran.

Hal yang lebih parah adalah ketika muslim sendiri terkena islamophobia. Mereka hidup dalam kebimbangan dan tidak suka terhadap ajaran Islam. Contohnya, beberapa kasus vandalisme terhadap masjid dilakukan oleh seorang muslim. Ini adalah salah satu keberhasilan orientalis yang membuat muslim ragu bahkan membenci agamanya sendiri. Padahal, cinta kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ adalah syarat keimanan. Di masa Nabi ﷺ, muncul kelompok munafik yang berpura-pura masuk Islam tetapi sebenarnya memusuhi Islam dari dalam. Allah ﷻ berfirman,

 

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) di tingkatan yang paling bawah dari neraka (kerak neraka).” (QS An-Nisa: 145)

 

Orang-orang munafik ini menipu umat Islam demi mendapatkan manfaat duniawi. Keberadaan mereka lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan.

Bayangkan Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik di Madinah. Gayanya seperti seorang alim, bahkan ketika Rasulullah ﷺ akan naik mimbar untuk khutbah Jumat, dia berdiri lebih dulu dan mengajak orang-orang untuk membela Nabi ﷺ dengan berkata, "Ini utusan Allah, hendaklah kalian membelanya." Namun, ucapannya hanyalah kebohongan belaka. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an,

 

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,' padahal mereka bukanlah orang-orang yang beriman." (QS Al-Baqarah: 8)

 

Mereka berusaha menipu Allah ﷻ dan orang-orang beriman, padahal sebenarnya mereka sedang menipu diri sendiri. Abdullah bin Ubay bin Salul adalah contoh sifat munafik ini.

Islamofobia adalah penyakit yang membuat seseorang merasa tidak nyaman dengan syariat Allah ﷻ. Untuk mendeteksinya, kita perlu melihat ke dalam diri sendiri, seperti saat memeriksa kesehatan tubuh. Terkadang kita merasa sehat, tetapi setelah diperiksa, ternyata ada kolesterol tinggi atau masalah jantung. Begitu pula dengan iman. Jika kita merasa berat hati atau tidak nyaman terhadap apa yang Allah ﷻ turunkan dalam Al-Qur'an, itu adalah tanda adanya penyakit di hati. Allah ﷻ berfirman,

 

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِيٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusanmu dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS An-Nisa: 65)

 

Orang yang beriman akan menerima ketentuan Allah ﷻ dengan lapang dada, bukan dengan rasa berat hati. Manisnya iman akan dirasakan ketika seseorang mencintai Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ lebih dari apa pun. Rasulullah ﷺ bersabda,

 

"Ada tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman: (1) mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari segala sesuatu, (2) mencintai seseorang hanya karena Allah, dan (3) membenci kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api neraka." (HR Bukhari, no. 16; Muslim, no. 43)

 

Orang-orang yang membenci apa yang Allah ﷻ turunkan akan kehilangan amal-amalnya. Allah ﷻ berfirman,

 

وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَتَعۡسٗا لَّهُمۡ وَأَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ ٨ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ ٩
"Dan orang-orang yang kafir, maka celakalah mereka, dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka membenci apa yang telah diturunkan Allah, lalu Allah menghapuskan amal-amal mereka."" (QS Muhammad: 9)

 

Kebencian terhadap syariat adalah sifat orang kafir. Jika seorang muslim mulai membenci aturan-aturan Allah ﷻ, maka ia perlu segera memperbaiki imannya. Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur'an,

 

وَإِذَا دُعُوٓا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُم مُّعْرِضُونَ
"Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memberikan keputusan di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang." (QS An-Nur: 48)

 

Ayat ini menggambarkan orang-orang yang enggan tunduk kepada syariat Allah ﷻ karena penyakit di hati mereka atau karena keraguan terhadap keadilan Allah dan Rasul-Nya ﷺ.

Jadi, mengapa mereka membenci Islam? Apakah mereka takut Allah ﷻ memberi mereka petunjuk, atau dalam hati mereka ada penyakit?

Hal ini terjadi karena berbagai alasan. Ada kelompok-kelompok yang memiliki penyakit dalam hati, ragu terhadap Islam, atau memiliki keyakinan yang keliru tentang Islam. Ketidaksukaan terhadap Islam ini sering kali muncul di lingkungan akademik, seperti kampus, di mana Islam tidak diajarkan dengan benar. Bertahun-tahun mereka belajar tanpa mengenal Islam, lalu mendapatkan informasi yang salah, sehingga muncul anggapan bahwa Islam itu radikal, teroris, atau bengis. Semua ini menimbulkan ketakutan yang tidak berdasar.

Tugas kita adalah memberikan pemahaman yang benar tentang Islam di sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan kantor-kantor, agar orang-orang yang hidup di muka bumi ini tahu apa itu Islam. Sebagai mayoritas muslim, kita harus menjadi teladan yang baik. Jangan sampai perbuatan kita menjadi penyebab orang membenci Islam. Allah ﷻ berfirman dalam surah An-Nur ayat 51,

 

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara di antara mereka, mereka berkata, ‘Kami mendengar dan kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur: 51)

 

Kita harus introspeksi jika muncul kebencian terhadap agama Allah ﷻ. Ada perasaan-perasaan alami yang mungkin timbul, seperti seorang istri yang berat menerima poligami, tetapi tidak menentang hukum poligami itu sendiri. Rasa berat seperti itu adalah manusiawi, tetapi harus dipahami bahwa hukum Allah ﷻ selalu mengandung maslahat.

Islamophobia sering kali muncul karena kebodohan atau informasi yang salah. Orang yang hidup dalam kegalauan terhadap Islam bisa berakhir pada kekufuran. Misalnya, ada orang yang menjalankan puasa Ramadhan tetapi membenci Islam karena pengaruh lingkungan yang buruk. Jika ada kesempatan untuk keluar dari Islam, mereka bisa saja melakukannya.

 

“Jadi, bagaimana umat Islam menyikapi islamophobia?”

 

Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk bersabar, memaafkan, dan terus memberikan pemahaman yang benar kepada umat. Ketika tidak memungkinkan untuk tinggal di tempat yang menindas, maka hijrah adalah solusi. Nabi Muhammad ﷺ pun hijrah untuk menghadapi tekanan yang sangat berat dari orang-orang yang membenci Islam.

Islamophobia adalah bentuk diskriminasi yang sering dihadapi oleh umat Islam di lingkungan yang tidak memberikan kebebasan beragama secara nyata. Semoga kita semua memahami hal ini dan dapat menyikapinya dengan bijak. Hada wallahu a‘lam bish-shawab.


Ditulis oleh Unit Publikasi, dari sumber: Islamphobia - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. 07 Rabiul Awwal 1442 Hijriah / 24 Oktober 2020 Masehi